Gambar: flickr.com |
Oleh:
Mohamad Istihori
Begitu banyak fakta dan data yang dilaporkan oleh berbagai lembaga kesehatan dunia mengenai kasus pemerkosaan wanita Rohingya yang dilakukan oleh pihak militer Myanmar. Berbagai luka fisik juga mereka alami.
Mulai
dari luka gigitan bahkan sampai luka pada organ vital mereka. Mereka sungguh
diperlakukan tidak secara manusia. Yang lebih terluka tentu saja adalah jiwa
mereka.
Jika
luka fisik itu terlihat dan mudah diobati. Maka luka hati, jiwa, atau perasaan
tidak bisa kita lihat. Kita hanya mampu mengamati dan menilai gejalanya saja.
Para
korban pemerkosaan ini akan mengalami stres mental yang sangat berat bahkan
sampai mereka masuk ke dalam liang lahad. Inilah kemudian yang dikenal dengan
istilah stres paska trauma.
Seorang
korban bahkan diperkosa secara bergilir di depan anaknya. Tak ada satu pun
media yang berani memberitakan dengan terus-menerus bahwa peristiwa ini
merupakan aksi terorisme.
Akan
sangat berbeda mungkin kalau korbannya adalah warga non muslim dan pelakunya
muslim. Pasti akan jadi headline di berbagai media massa dan diberitakan
tanpa henti, setiap hari, setiap waktu.
Banyak
ahli berpendapat bahwa kasus pemerkosaan ini merupakan sebuah fenomena “gunung
es” di mana yang tidak tampak lebih banyak daripada yang bisa dilihat dengan
mata telanjang.
Berbagai
kasus pemerkosaan ini memang sengaja dilakukan oleh militer Myanmar sebagai
sebuah aksi teror agar masyarakat Rohingya melarikan diri dan kabur dari
kampung halaman mereka sendiri.
(Jakarta,
26 September 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar