(Catatan
15, Memeringati HAS 1 Desember 2017)
Bagian
Kepala SDM tersebut berkata, “Bapak kan punya pengalaman sebagai pembimbing rohani
pasien.”
“Iya
betul. Saya punya pengalaman di beberapa rumah sakit. Al hamdulillah, saya
mendampingi Prof. Dadang Hawari sebagai bina rohani pasien khususnya di Rumah
Sakit Muhammad Husni Thamrin, Salemba Tengah. Itu pekerjaan di luar dari rumah
sakit tersebut.
Akhirnya,
saya bertugas di situ. Pada kunjungan pertama, saya masuk ruang terminal. Saya
tidak sanggup berlama-lama di ruang tersebut karena bau tak sedap yang sangat
menyengat. Sebagaimana kita ketahui korban HIV khususnya yang sudah AIDS yang berada
di ruangan tersebut pada saat itu saya lihat sudah terkapar, lemah, dan tak
berdaya.
Di
situlah saya tergambar. Ya Tuhan, Ya Allah apakah pekerjaan ini cocok untuk
bisa saya lanjutkan? Tiba-tiba ada seorang anak muda. Sudah terkapar lemah. Tapi
dibandingkan dengan teman-teman satu bangsalnya dia yang paling kuat.
Saya
dikasih kode. Dipanggil. Kemudian saya datang. Saya memperkenalkan diri. “Nama
saya Darmawan. Apa yang kamu rasakan?”
Dia
menangis. Dia menceritakan perlahan-lahan. Dia bilang, “Tolong saya!”
Dia
menangis. Dia bilang, “Pak, tolong sering datang ke sini. Saya khawatir
teman-teman yang lain akan mengalami nasib sama seperti saya.” Akhirnya, saya
datang secara kontinyu .
Subhanallah. Cukup lama
saya tugas di sana. Kurang lebih selama empat tahun. Banyak sekali hikmah yang saya
dapat. Pertama sebagai rasa pengukur keimanan saya. Ya Allah ternyata hidup itu
singkat. Sehat itu mahal.
Di
situlah saya bisa melihat sendiri secara langsung. Saya harus men-talqin beberapa
“calon meninggal”. Hal tersebut saya istilahkan karena mereka sudah terkapar. Sudah
tidak berdaya. Sudah ada selang di mulut, hidung, dan entah di mana lagi.
Banyak sekali.
Saya
sudah tidak mampu lagi membayangkan. Sementara ibu dan keluarganya yang lain hanya
menangis. Sebagian yang imannya kuat, ibunya, terus memanjatkan doa sambil
mengaji dan lain sebagainya.
Karena
keterbatasan waktu, saya hanya punya waktu 30 menit untuk satu ruangan.
Sementara di ruangan tersebut ada enam tempat tidur. Nyaris 90% kasusnya sama.
Sudah AIDS. Bagi saya itu adalah ruang kematian.
(Editor:
Mohamad Istihori)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar