Minggu, 10 April 2016

Metode Terpadu dalam Panti Rehabilitasi Narkoba

Terapi permainan di Pusat Panti Rehabilitasi Narkoba,
Madani Mental Health Care, Jakarta
Aplikasi berbagai program keagamaan di pusat panti rehabilitasi bagi para pecandu narkoba merupakan sebuah hal yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

Sebenarnya banyak hal yang menjadi faktor penunjang untuk meningkatkan kepulihan kesehatan para pecandu narkoba. Penerapan aplikasi dimensi keagamaan di panti rehabilitasi narkoba memang, hari ini sudah banyak pihak yang menyetujuinya. Namun demikian, masih tetap ada pihak yang masih saja meragukan bahkan menentang hal tersebut.

Selain itu, beragamnya tinjauan konsep keagamaan antara pihak Barat dengan Timur, serta Islam, Kristen, dan agama lainnya. Berjenis-jenisnya korelasi pemahaman keagamaan dengan kesehatan para pecandu narkoba.

Banyaknya model terapi rehabilitasi pecandu narkoba. Belum lagi, tak menyeluruhnya penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Ada juga, beragam penerapan terapi spiritual di panti-panti rehabilitasi narkoba. Serta, beragam manfaat ajaran Islam dalam terapi agama bagi para pecandu narkoba.

Untuk menjawab semua variasi di atas itulah maka kemudian lahir sebuah panti rehabilitasi bagi para pecandu narkoba bernama Madani Mental Health Care yang memiliki kemampuan untuk meracik dan memadukan semua unsur biologis-psikologis-sosial (kemasyarakatan)-spiritual tersebut demi memulihkan kesehatan para pecandu narkoba secara total.


Clinebell (1981) mengatakan, agama dapat menjadikan kehidupan para pecandu narkoba dalam kondisi yang nyaman dan tentram. Sehingga ketika pada suatu hari ia mendapatkan masalah dalam hidupnya, apalagi ia sampai pada kondisi stres, ia tidak kembali lagi mengonsumsi narkoba.

Selasa, 05 April 2016

Mencegah Kekambuhan Pecandu Narkoba

Jangan sampai relaps narkoba!
Proses pemulihan para pasien pecandu narkoba mendapatkan halangan dikarenakan simpang siurnya teori dasar dalam mekanisme munculnya kecanduan narkoba pada seseorang. Alhasil program rehabilitasi terhadap para pecandu narkoba pun memiliki berbagai metode dan terapi.

Sebagian pihak berpendapat bahwa pecandu narkoba hanya mempunyai problem kecanduan secara biologis, atau cuma probem psikologis, cuma problema sosiologis, dan sebagian yang lain beranggapan kecanduan narkoba hanya problem spiritual/moral.

Terpecahnya metode rehabilitasi untuk para pecandu narkoba inilah yang bagi Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater justru menjadi alasan melambungnya jumlah angka relaps (kambuh) pada pasien pecandu narkoba setelah mereka menyelesaikan program rehabilitasi narkobanya.

Oleh karena itu, metode dan paradigma rehabilitasi narkoba yang terpadu (holistik) sudah saatnya untuk diterapkan di berbagai tempat-tempat pusat panti rehabilitasi narkoba. Howard Clinebell berpendapat pada makalahnya “Basic Spiritual Need: The Role of Religion In the Prevention and Treatment of Addictions the Growth and Counseling Prespectives”, para pasien pecandu narkoba mempunyai problema pada kesehatan spiritualnya.

Konsistensi pada ajaran agama (terapi spiritual) bisa mencegah seorang pecandu narkoba dari faktor relaps (kambuh) memakai narkoba lagi. Kendler pada penelitiannya “Religion, Psychopatology, and Substances Use and Abuse”, dimensi agama memiliki fungsi yang tidak boleh diabaikan dalam proses rehabilitasi dan terapi bagi pasien pecandu narkoba.

Penelitian Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari,Psikiater ikut mendukung berbagai pendapat di atas. Ia menyampaikan dalam penelitian “Pendekatan Psikiatrik Klinis Pada Penyalahgunaan Zat”, korelasi dimensi beragama dengan faktor relaps sangat bergantung pada seberapa berkomitmenkah seseorang pada ajaran agama yang ia yakini.

Sehingga perpaduan dimensi biologis-psikologis-sosiologis-spiritual (BPSS) dapat meminimalisir seorang pecandu narkoba untuk relaps hingga pada angka 12,21%. Apalagi kalau pasien dapat konsisten menjalankan ajaran ibadah dalam agamanya maka angka kekambuhannya dapat lebih kecil hingga mencapai 6,82%.


Lain hasilnya, menurut Pattison pada 1980, jika pasien pecandu narkoba tidak dapat menjalankan dan berkomitmen dalam beragama, maka potensi dia akan menggunakan narkoba meningkat tajam menjadi 43,9%.

Senin, 04 April 2016

Terapi Detoksifikasi Pecandu Narkoba

Narkoba Membunuh Manusia
Salah satu proses paling awal dan juga paling penting dalam proses pemulihan seorang pecandu narkoba adalah terapi detoksifikasi. Terapi detoksifikasi ini sering juga dikenal dengan istilah terapi stabilisasi.

Terapi detoksifikasi ini haruslah tanpa zat yang mengandung unsur narkoba lainnya atau yang merupakan turunan dari narkoba seperti: metadhone, subutex, tramal, tramadol, tradosix, codein, dan zat lain yang akibatnya (dampaknya) mirip.

Adapun proses terapi detoksifikasi tersebut adalah sebagai Metode detoksifikasi ini berlaku bukan hanya bagi opiat/heroin/putaw, tetapi juga berlaku untuk berbagai zat lain seperti ganja (cannabis), kokain, minuman keras/miras atau minuman beralkohol/minol, shabu-shabu/amphetamine/ekstasi/inex dan berbagai zat adiktif lainnya termasuk juga adalah rokok/tembakau.

Kecanduan dan penyalahgunaan narkoba merupakan bidang psikiatri. Akibat narkoba dapat menimbulkan berbagai gangguan mental dan perilaku. Hal ini disebabkan karena narkoba dapat mengganggu sinyal penghantar saraf (sistem neuro-transmitter) dalam susunan saraf pusat yang ada di otak seorang pecandu narkoba. Sehingga, terganggulah fungsi kognitif (alam pikiran/memori), fungsi afektif (alam perasaan/mood), dan fungsi psikomotor (perilaku).

Selain daripada itu, pada para pecandu narkoba sering dijumpai komplikasi medik seperti kelainan paru-paru, lever, jantung, ginjal, dan pada berbagai organ tubuhnya yang lain sehingga membuat hidupnya sangat menderita selama masih hidup di dunia.