Selasa, 12 Desember 2017

UsDar, “Bimbingan Kerohanian di Ruang Kematian”



(Catatan 15, Memeringati HAS 1 Desember 2017)

Bagian Kepala SDM tersebut berkata, “Bapak kan punya pengalaman sebagai pembimbing rohani pasien.”

“Iya betul. Saya punya pengalaman di beberapa rumah sakit. Al hamdulillah, saya mendampingi Prof. Dadang Hawari sebagai bina rohani pasien khususnya di Rumah Sakit Muhammad Husni Thamrin, Salemba Tengah. Itu pekerjaan di luar dari rumah sakit tersebut.

Akhirnya, saya bertugas di situ. Pada kunjungan pertama, saya masuk ruang terminal. Saya tidak sanggup berlama-lama di ruang tersebut karena bau tak sedap yang sangat menyengat. Sebagaimana kita ketahui korban HIV khususnya yang sudah AIDS yang berada di ruangan tersebut pada saat itu saya lihat sudah terkapar, lemah, dan tak berdaya.

Berat badannya rata-rata tidak lebih dari 30 kg. Sudah seperti tengkorak hidup. Bahkan ada beberapa bagian tubuhnya yang sudah koreng atau sariawan yang tidak sembuh-sembuh. Terasa sekali bau anyir. Baunya tidak enak sekali.

Di situlah saya tergambar. Ya Tuhan, Ya Allah apakah pekerjaan ini cocok untuk bisa saya lanjutkan? Tiba-tiba ada seorang anak muda. Sudah terkapar lemah. Tapi dibandingkan dengan teman-teman satu bangsalnya dia yang paling kuat.

Saya dikasih kode. Dipanggil. Kemudian saya datang. Saya memperkenalkan diri. “Nama saya Darmawan. Apa yang kamu rasakan?”

Dia menangis. Dia menceritakan perlahan-lahan. Dia bilang, “Tolong saya!”

Dia menangis. Dia bilang, “Pak, tolong sering datang ke sini. Saya khawatir teman-teman yang lain akan mengalami nasib sama seperti saya.” Akhirnya, saya datang secara kontinyu .

Subhanallah. Cukup lama saya tugas di sana. Kurang lebih selama empat tahun. Banyak sekali hikmah yang saya dapat. Pertama sebagai rasa pengukur keimanan saya. Ya Allah ternyata hidup itu singkat. Sehat itu mahal.

Di situlah saya bisa melihat sendiri secara langsung. Saya harus men-talqin beberapa “calon meninggal”. Hal tersebut saya istilahkan karena mereka sudah terkapar. Sudah tidak berdaya. Sudah ada selang di mulut, hidung, dan entah di mana lagi. Banyak sekali.

Saya sudah tidak mampu lagi membayangkan. Sementara ibu dan keluarganya yang lain hanya menangis. Sebagian yang imannya kuat, ibunya, terus memanjatkan doa sambil mengaji dan lain sebagainya.

Karena keterbatasan waktu, saya hanya punya waktu 30 menit untuk satu ruangan. Sementara di ruangan tersebut ada enam tempat tidur. Nyaris 90% kasusnya sama. Sudah AIDS. Bagi saya itu adalah ruang kematian.

(Editor: Mohamad Istihori)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar