(Catatan
14, Memeringati HAS 1 Desember 2017)
As
salamu ‘alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh...
Dalam
rangka menyambut Hari AIDS Sedunia (HAS) 2017, izinkan saya berbagi pengalaman dan
perjalanan hidup. Pada April 2003, saya ditelepon oleh salah satu pihak rumah
sakit pemerintah Daerah Jakarta.
Beliau
bertanya, “Pak, apakah betul ini adalah Darmawan?”
Saya
bilang, “Iya betul.”
“Apa
bisa Bapak datang ke tempat kami?”
Kemudian
saya tanya, “Tempat apa iya, Pak?”
“Pak
kami ini ada rumah sakit baru di Daerah Jakarta. Kebetulan rumah sakit ini adalah
khusus untuk penanganan para korban HIV/AIDS.”
Esok
harinya saya datang. Saya dimasukkan ke suatu ruangan. Bertemu dengan staf HRD dari
salah satu rumah sakit tersebut. Saya memperkenalkan diri. Selanjutnya, beliau
meminta bantuan saya.
“Kami
mohon bantuan Bapak. Saya mengetahui Bapak karena menjadi rekomendasi dari
beberapa orang tua yang kebetulan anak mereka pernah kami rawat di sini.”
“Insya
Allah kalau memang saya ada waktu. Saya akan upayakan untuk bisa bantu apa
yang memang bisa saya bantu.”
Akhirnya,
beliau menceritakan bahwa rumah sakit tersebut adalah penanganan khusus
orang-orang yang sudah terkapar akibat salah pergaulan. Baik pergaulan seks
bebas atau narkoba korban jarum suntik (korban HIV/AIDS)
“Kami
memiliki dua ruangan. Satu ruangan berkapasitas enam tempat tidur. Satu lagi
ruangan kapasitasnya empat tempat tidur. Dari masing-masing ruangan itu ada
yang kami sebut dengan istilah ruang terminal,” ujar beliau.
Saya
bertanya, “Apa itu ruang terminal?”
Terminal
kalau kita analogikan adalah suatu tempat persinggahan Kita bisa menuju dari
satu kota ke kota lain dengan pilihan mau kota mana. Ternyata ini khusus. Begitu
saya masuk, awalnya saya sempat kaget. Sempat sedih. Terenyuh. Bahkan ragu. Apakah
saya bisa.